KLIKKUNINGAN.COM– Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi peningkatan gizi nasional kini justru menuai kritik keras.
Laporan terbaru Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut program prioritas pemerintahan Prabowo–Gibran itu sarat masalah, mulai dari pemborosan anggaran, tata kelola lemah, hingga ancaman korupsi sistemik.
LSM Frontal menilai MBG gagal menjawab tujuan utamanya, yakni memperbaiki status gizi anak dan kelompok rentan.
Baca Juga:Konservasi dan Investasi Wisata di Cisantana: Kadin Kuningan Bakal Surati Presiden PrabowoResmi Diangkat, 4.271 PPPK Paruh Waktu Kuningan Rayakan Awal Pengabdian Baru
Sebaliknya, program tersebut dinilai menjadi beban baru bagi keuangan negara dan mengorbankan sektor strategis lain yang lebih mendesak.
“Dengan anggaran sebesar Rp355 triliun, seharusnya dampaknya nyata. Faktanya, MBG justru melahirkan persoalan baru yang lebih kompleks,” tegas Ketua LSM Frontal dalam pernyataan resminya, Senin (15/12/2025).
CELIOS menyoroti alokasi anggaran MBG yang dinilai tidak masuk akal dan berisiko merusak fondasi kebijakan sosial.
Dana ratusan triliun rupiah itu bukan berasal dari ruang fiskal baru, melainkan hasil realokasi besar-besaran dari sektor penting.
Pendidikan Rp223 triliunKesehatan: Rp24,7 triliun, dan UMKM dan ketahanan pangan: Rp19,7 triliun.
Kebijakan ini dinilai kontraproduktif dan bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. CELIOS menegaskan, pemangkasan sektor pendidikan dan kesehatan justru memperbesar ketimpangan, terutama bagi kelompok miskin.
“Ini bukan sekadar salah urus anggaran, tapi kesalahan arah kebijakan,” kritik CELIOS dalam laporannya.
Baca Juga:Motor Teman Sendiri Dicuri, Tim Resmob Polres Kuningan Langsung Borgol Tiga PelakuAksi Nyata Tanam Pohon di Lamping Kidang, Dandim 0615 Kuningan: Â Demi Cegah Bencana Alam
Kritik juga diarahkan pada tata kelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai pelaksana MBG di lapangan.
Survei CELIOS menunjukkan 79 persen responden mengetahui adanya konflik kepentingan dalam penunjukan dan pengelolaan SPPG.
Keterlibatan aparat keamanan dalam program sipil berskala nasional turut dipersoalkan.
Kondisi ini dinilai membuka ruang dominasi struktural dan melemahkan prinsip transparansi serta pengawasan publik.
Persoalan MBG tidak lagi sebatas administrasi, tetapi telah berdampak langsung pada keselamatan publik. Hingga pertengahan November 2025, tercatat 15.117 kasus keracunan massal yang dikaitkan dengan program MBG.
CELIOS menilai insiden tersebut sebagai bukti kegagalan sistem pengawasan keamanan pangan, bukan sekadar kesalahan teknis. Ironisnya, kasus terjadi saat regulasi teknis MBG belum sepenuhnya tersedia.
