KLIKKUNINGAN.COM – Menjelang penghujung tahun, para kepala desa di Kabupaten Kuningan dikabarkan harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk mengikuti sebuah kegiatan bertajuk Pendidikan Karakter atau Retret.
Kabar ini mencuat setelah beredarnya surat resmi dari sebuah Even Organizer (EO) yang ditujukan kepada seluruh kepala desa se-Kabupaten Kuningan.
Dalam surat bernomor 003/HMK/RRT-ESSG/X/2025 tersebut, disebutkan bahwa kegiatan retret akan dilaksanakan pada 27–30 November 2025 di Kebun Raya Kuningan.
Baca Juga:Didorong Rasa Cemburu, Pria di Kuningan Aniaya Mantan Istri, Ditangkap di MajalengkaSPPG Polres Kuningan Mulai Salurkan Makan Bergizi Gratis ke TK dan SMP
Surat itu ditandatangani oleh Direktur perusahaan dan ditembuskan kepada Bupati Kuningan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta para camat.
Yang menjadi sorotan adalah biaya keikutsertaan yang dinilai terlalu tinggi. Pihak penyelenggara mencantumkan tarif Rp5,9 juta per orang.
Bila dihitung dengan jumlah 361 desa dan kelurahan, total anggaran yang dibutuhkan mencapai lebih dari Rp2,1 miliar.
Angka tersebut sontak membuat banyak kepala desa terkejut dan menimbulkan berbagai pertanyaan.
Beberapa kepala desa bahkan mengaku bingung mengenai sumber dana untuk kegiatan tersebut. Salah satu di antaranya menyampaikan keresahannya.
“Kalau biayanya sebesar itu, dari mana kami harus membayar? Apakah kegiatan ini resmi dari pemerintah atau bukan?” ujarnya.
Kebingungan itu semakin bertambah karena kegiatan serupa sebelumnya biasanya diselenggarakan langsung oleh pemerintah daerah.
Baca Juga:Dapur SPPG Yayasan Telaga Kasih Nusantara Resmi Beroperasi di Kecamatan KramatmulyaKuningan dan Cirebon Sepakati Revisi Kerja Sama Pengelolaan Air
Misalnya, Pemkab Kuningan pernah mengadakan kegiatan retret melalui BKPSDM, sementara di sejumlah daerah lain, program pembinaan seperti ini dilakukan oleh DPMD bekerja sama dengan Kodim setempat.
Namun, kali ini penyelenggaranya justru pihak swasta, tanpa ada surat edaran atau keputusan resmi dari Pemkab maupun DPMD yang menjadi dasar pelaksanaannya.
Kondisi ini membuat publik bertanya-tanya, apakah kegiatan tersebut benar merupakan bagian dari agenda pemerintah atau hanya sebatas penawaran bisnis dari pihak ketiga.
Dengan biaya yang begitu besar dan dasar kegiatan yang belum jelas, masyarakat menuntut transparansi.
Mereka berharap pemerintah segera memberikan penjelasan, terutama terkait apakah para kepala desa wajib mengikuti kegiatan ini.
Dan apakah penggunaan dana untuk membiayainya sudah sesuai aturan yang berlaku.
Kini, polemik “retret kepala desa” ini tengah menjadi perbincangan hangat di Kabupaten Kuningan.
