Kecintaannya pada olahraga tumbuh sejak dini. Latar belakang keluarganya pun mendukung. Ibunya pernah aktif sebagai atlet hoki dan handball, sedangkan sang ayah juga menekuni sepak bola di level kompetitif.
“Dari kecil aku udah terbiasa latihan ekstra. Bukan karena dipaksa, tapi karena aku memang suka. Aku senang tantangan,” katanya.
Saat masih berseragam FC Dordrecht, ia menargetkan hal sederhana: mencetak gol dan membantu tim. Kini di VVV-Venlo, tanggung jawabnya meningkat sebagai penyerang utama.
Baca Juga:Program Digitalisasi Sekolah Rujukan Google, Ada 20 SD dan SMP di KuninganMantan Karyawan Perusahaan Laporkan Dugaan Penahanan Ijazah ke DPRD Kuningan
Meskipun sempat cedera, Dean tetap optimis menutup musim ini dengan torehan gol dan assist tambahan.
“Kalau bisa nambah 3 atau 4 gol lagi, itu udah jadi awal yang bagus buatku,” katanya dengan penuh semangat.
Timnas Indonesia masih menghadapi dua laga krusial di kualifikasi: kontra China dan Jepang. Enam poin menjadi target mutlak.
Di tengah harapan besar itu, muncul nama Dean Zandbergen sebagai sosok baru yang dinantikan publik.
Bayangkan, suatu hari suara stadion menggema menyebut namanya.
Seorang pemuda dari Belanda yang memilih pulang lewat jalan sepak bola. Bukan demi kemewahan atau sorotan, tapi karena cinta yang dalam terhadap tanah leluhurnya.
Ia ingin membuktikan bahwa darah keturunan bukan hanya cerita di meja makan keluarga—tetapi juga semangat nyata yang diperjuangkan di lapangan.
“Aku nggak sabar. Aku mau kasih semuanya buat Indonesia,” ucap Dean, dengan mata yang memancarkan harapan.